PENGETAHUAN
MENURUT AUGUST COMTE
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata
kuliah “Metodologi Penelitian”
Disusun
Oleh:
Indah
Fitriana (210210058)
Azizul (210210073)
Dosen
Pengampu:
Aji
Damannuri, M.E.I
JURUSAN
SYARI’AH
PROGRAM
STUDI MUAMALAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PONOROGO
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengetahuan adalah proses kehidupan
yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam
peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) didalam
dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang
diketahui pada dirinya sendiri dalam ketauan aktif.
Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa
pengetahuan dalam arti luas berarti semua kehadiran internasional objek dalam
subjek. Namun dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi atau pemikiran
belaka, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti (kepastian,
kebenaran). Disini subjek sadar akan hubungan objek dengan eksistensi. Pada
umumnya, adalah tepat kalau mengatakan pengetahuan hanya merupakan pengalaman
“sadar”. Karena sangat sulit melihat bagaimana persisnya suatu pribadi dapat
sadar akan suatu eksistensi tanpa kehadiran eksistensi itu di dalam dirinya.
Pengetahuan yang diperoleh oleh
manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam
teori pengetahuan diantaranya metode positifisme yang dikeluarkan oleh August
Comte yang akan dibahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Biografi
August Comte
2. Teori positifisme August Comte.
3. Penggolongan ilmu pengetahuan menurut
August Comte.
4. Perkembangan pemikiran manusia
berlangsung dalam beberapa tahap.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi August Comte
Nama lengkap Auguste Comte (1798-1857) adalah Isidore Auguste
Marie Francois Xavier. Beliau adalah filsuf dan ilmuwan sosial terkemuka yang
sangat berjasa dalam perkembangan ilmu kemasyarakatan atau sosiologi. Comte
lahir di kota Montpellier di Perancis selatan dari keluarga kelas menengah konservatif.
Comte menerima didikan ilmiah yang baik di Ecole Polythecnique di Paris, sebuah
pusat pendidikan berhaluan liberal.
Comte mencetuskan suatu sistem ilmiah yang kemudian melahirkan ilmu
pengetahuan baru, yaitu sosiologi. Pandangan Comte atas sosiologi sangat
pragmatis. Ia berpendapat bahwa sesungguhnya analisis untuk membedakan
"statika" dan "dinamika" sosial , serta analisa masyarakat
sebagai suatu sistem yang saling tergantung haruslah didasarkan pada konsensus.
Paradigma Fungsionalis dan paradigma ilmiah alamiah yang dirumuskan oleh Comte
tetap memberi warna menonjol dalam sosiologi saat ini.
Auguste Comte dengan bukunya "Course de Philosophie
Positive" menerangkan bahwa pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari
masyarakat harus melalui urutan-urutan tertentu yang kemudian akan sampai pada
tahap akhir yaitu tahap ilmiah.
Auguste Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi karena dialah yang
pertama kali memakai istilah sosiologi dan mengkaji sosiologi secara
sistematis, sehingga ilmu tersebut melepaskan diri dari filsafat dan berdiri
sendiri sejak pertengahan abad ke-19 (1856).
B.
Teori Positivisme August Comte
Pendiri dan sekaligus tokoh
terpenting dari aliran filsafat positivism adalah Auguste Comte (1798-1857).
Filsafat Comte anti-metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan
secara positif-ilmiah, dan menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi
bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir pour
privoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak), artinya manusia harus
menyelidi gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala-gejala ini supaya
ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi. Semenjak Hegel dank arena Hegel
muncul “mode” di kalangan para filsuf untuk “meramalkan” perkembangan dunia
sebagaimana dikembangkan oleh Auguste Comte, Karl Marx, Emille Dukheim, Talcot
Parson, Amitai Etzioni van Peursen, Alvin Toffler, John Naisbitt dan lain-lain.[1]
Filsafat positivsme Comte disebut
juga faham empirisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring.
Bagi Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas
dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara
“terisolasi”, dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori. Metode positif
Auguste Comte juga menekankan pandangannya pada hubungan antara fakta yang satu
dengan fakta yang lain. Baginya persoalan filsafat yang penting bukan masalah
hakikat atau asal mula pertama dan tujuan akhir gejala-gejala, melainkan
bagaimana hubungan antara gejala yang satu dengan gejala yang lain.
Filsafat Auguste Comte terutama
penting sebagai pencipta ilmu sosiologi. Kebanyakan konsep, prinsip dan metode
yang sekarang dipakai dalam sosiologi berasal dari Comte. Comte membagi
masyarakat atas “statika sosial” dan “dinamika sosial”. Statika social adalah
teori tentang susunan masyarakat, sedangkan dinamika social adalah teori
tentang perkembangan dan kemajuan. Sosiologi ini sekaligus suatu “filsafat
sejarah”, karena Comte memberikan tempat kepada fakta-fakta individual sejarah
dalam suatu teori umum, sehingga terjadi sintesis yang menerangkan fakta-fakta
itu. Fakta-fakta itu dapat bersifat politik, yuridis, ilmiah, tetapi juga
falsafi, religious, atau kultural.[2]
August Comte berpendapat bahwa
indera itu amat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi harus
dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera
dapat dikoreksi lewat eksperimen dan eksperimen itu sendiri memerlukan
ukuran-ukuran yang jelas seperti panas diukur dengan derajat panas jauh diukur
dengan meteran dan lain-lain. Kita juga cukup mengatakan api panas atau
matahari panas, kita juga cukup mengatakan panas sekali, panas, dan tidak
panas. Kita memerlukan ukuran yang teliti. Dari sinilah kemajuan sains
benar-benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dengan didukung
bukti-bukti empiris yang terukur.[3]
C.
Penggolongan Ilmu Menurut August Comte
1.
Ilmu
pasti (matematika)
Ilmu pasti merupakan dasar bagi
semua ilmu pengetahuan, karena sifatnya yang tetap, abstrak dan pasti. Dengan
metode-metode yang dipergunakan melalui ilmu pasti, kita akan memperoleh
pengetahuan tentang sesuatu yang sebenarnya, yaitu hukum ilmu pengetahuan
tingkat “kesederhanaan dan ketetapan” yang tertinggi, sebagaimana abstraksi
yang dapat dilakukan akal manusia.
2.
Ilmu
perbintangan (astronomi)
Dengan didasari rumus-rumus ilmu
pasti, maka ilmu perbintangan dapat menyusun hukum-hukum yang bersangkutan
dengan gejala-gejala benda langit. Ilmu perbintangan menerangkan bagaimana
bentuk, ukuran, kedudukan, serta gerak benda langit seperti bintang, bumi,
matahari, atau planet-planet lainnya.
3.
Ilmu
alam (fisika)
Ilmu alam merupakan ilmu yang lebih
tinggi daripada ilmu perbintangan, maka pengetahuan mengenai benda-benda langit
merupakan dasar bagi pemahaman gejala-gejala organik. Gejala-gejala dalam ilmu
alam lebih kompleks, yang tidak ada dapat difahami tanpa terlebih dahulu
memahami hukum-hukum astronomi. Melalui gejala-gejala fisika dan hukum fisika, maka akan dapat diramalkan dengan
cepat semua gejala yang ditunjukkan oleh suatu benda, yang berada pada suatu
tatanan atau keadaan tertentu.[4]
4.
Ilmu
kimia (chemistry)
Gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih
kompleks daripada ilmu alam, dan ilmu kimia mempunyai kaitan dengan ilmu hayat
(biologi) bahkan juga dengan sosiologi. Pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu
kimia ini tidak hanya melalui pengamatan (observasi) dan percobaan
(eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).
5.
Ilmu
hayat (fisiologi atau biologi)
Ilmu hayat (biologi) merupakan ilmu
yang kompleks dan berhadapan dengan gejala-gejala kehidupan. Gejala-gejala
dalam ilmu hayat ini mengalami perubahan yang cepat dan perkembangannya belum
sampai pada tahap positif. Ini berbeda dengan ilmu-ilmu sebelumnya seperti ilmu
pasti, ilmu perbintangan, ilmu alam, dan ilmu kimia yang telah berada pada
tahap positif. Karena sifatnya yang kompleks, maka cara pendekatannya
membutuhkan alat yang lebih lengkap.[5]
6.
Fisika
sosial (sosiologi)
Fisika sosial (sosiologi) merupakan
urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan. Fisika social sebagai
ilmu berhadapan dengan gejala-gejala yang paling kompleks, paling konkret dan
khusus, yaitu gejala yang berkaitan dengan kehidupan umat manusia dalam
berkelompok.[6]
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut
Auguste Comte secara garis besar dapat dikemas sebagai berikut:
A. ILMU PENGETA-HUAN (yang
positif)
|
|
Logika (Matematika Murni)
|
||
|
Ilmu
Pengetahuan Empiris
|
|
Astronomi
Fisika
Kimia
Biologi
Sosiologi
|
|
B. FILSAFAT
|
|
Metafisika
|
|
|
|
Filsafat Ilmu Pengetahuan
|
|
Pada umumnya
Pada
khususnya
|
D.
Perkembangan
ilmu berlangsung melalui beberapa tahap
1.
Teologis
: -> fantatisme ( primitive)
è Politeisme
è Monotheisme
2.
Metafisis
3.
Positivisme
berdasarkan dengan fakta-fakta, continuity, kepastian dan kehati-hatian
(kecermatan).
KESIMPULAN
A.
Biografi
Comte Nama lengkap
Auguste Comte (1798-1857) adalah Isidore Auguste Marie Francois
Xavier. Beliau adalah filsuf dan ilmuwan sosial terkemuka yang sangat berjasa
dalam perkembangan ilmu kemasyarakatan atau sosiologi. Dan menjadi bapak
sosiologi.
B.
Pendiri
dan sekaligus tokoh terpenting dari aliran filsafat positivism adalah Auguste
Comte (1798-1857). Filsafat Comte anti-metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta
yang ditemukan secara positif-ilmiah, dan menjauhkan diri dari semua pertanyaan
yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir
pour privoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak), artinya manusia
harus menyelidi gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala-gejala ini
supaya ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi.
C.
Penggolongan
ilmu menurut comte
o
Ilmu
pasti (matematika)
o
Ilmu
perbintangan (astronomi)
o
Ilmu
alam (fisika)
o
Ilmu
fisika (chemistry)
o
Ilmu
hayat (biologi)
o
Ilmu
sosial (sosiologi)
E.
Perkembangan
ilmu berlangsung melalui beberapa tahap
1.
Teologis
: -> fantatisme ( primitive)
è Politeisme
è Monotheisme
2.
Metafisis
3.
Positivisme
berdasarkan dengan fakta-fakta, continuity, kepastian dan kehati-hatian
(kecermatan).
DAFTAR PUSTAKA
Mustansir , Rizal, Filsafat Ilmu (Yogyakarta:Belukar),2001
Bakhtiar,Amsal. Filsafat Ilmu (Jakarta: tt.)2004
Sumatri,
Suila “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” (Jakarta, tt)
Sugiharto,
Bambang “Post Modernisme Tentang Bagi Filsafat” (Jogjakarta: pustaka
media), 2001
Saidi ,Anas “Metodologi Penelitian PPLK-LIPI”
[1]
Rizal Mustansir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta, 2001), hal. 86.
[2] Ibid.,
hal. 87.
[3]
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: 2004), hal. 154.
[4]
Suila Sumatri “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” (Jakarta, tt),
hal. 80.
[5]
Bambang Sugiharto “Post Modernisme Tentang Bagi Filsafat” (Jogjayarka,
1996), hal. 150.
[6]
Anas Saidi “Metodologi Penelitian PPLK-LIPI”, hal. 17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar